AYAT BACAAN : KEJADIAN 1 : 25-28
Sebagian diantara kita mungkin merupakan penggemar martabak. Makanan yang dijual dipinggir jalan ketika malam, rasanya gurih dan lezat. Apalagi ada isi daging sapi didalamnya. Makanan khas arab ini terasa nikmat di makan di malam hari, walaupun hanya dengan sepiring nasi sekalipun.
Cukup menggelitik hati ketika kita ditanya apakah ada bedanya antara MARTABAK DAN MARTABAT? Kalo yang ditanya anak kecil maka jawabannya adalah beda huruf ! Di sisi lain kalo yang ditanya Guru Bahasa Indonesia, maka akan dijelaskan bahwa Martabak adalah salah satu jenis makanan, sedangkan Martabat adalah Konsep moralitas yang menyangkut nilai atau bobot seseorang secara pribadi. Tapi akan menjadi menarik bila beda antara Martabat dan Martabak ditanyakan kepada seorang penggumul theologia.
Martabat manusia sudah di rancang oleh Tuhan Sang Pencipta sejak diciptakannya manusia. Dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk yang ditugaskan untuk melakukan pengelolaan dunia dan seisinya. Jelas sekali bahwa manusia dikaruniakan sebagai mahkluk ciptaanNya yang tertinggi, yang dimahkotai kemuliaan dan hormat. Artinya adalah manusia memiliki martabat yang mulia sejak awal diciptakanNya.
Kehidupan manusia dalam dunia yang penuh rawa paya ini menjadi semakin tidak karuan karena begitu kerasnya persaingan antar manusia untuk hidup. Gesekan gesekan sering terjadi antar umat, sehingga terkadang berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dia yang akan bertahan. Yang kuat menjajah yang lemah, yang kaya menginjak injak yang miskin. Dapat dikatakan, bahwa Martabat mulia manusia telah semakin terkikis. Apakah memang itu yang seharusnya terjadi kepada manusia ?
Tentu seharusnya manusia tetap berusaha untuk menjaga agar martabatnya tetap mulia seperti di awal dia diciptakan. Bukan lantas menjadikannya seperti martabak yang dibanting kesana kemari, di ulur ulur dan di tarik tarik, bahkan kemudian mau di panaskan, di goreng yang pada akhirnya berakhir untuk dimakan. Martabat manusia harus tetap dijaga untuk tetap mulia dan memiliki harga yang pantas. Bukan seperti martabak yang bisa habis dalam sekejab untuk menikmati rasa kenyang sesaat. Gbu