Mata dunia tertuju pada Vatikan, awal bulan maret 2013 yang
lalu. Ketika vatikan mengadakan sidang Konklaf yang dihadiri lebih dari 100
kardinal sedunia untuk memilih paus yang baru. Ketika asap putih keluar dari
cerobong asap. Jutaan umat katolik sedunia bersorak-sorai. Seorang Paus baru
telah terpilih. Kardinal Jorge Bergoglio, yang berasal dari Argentina terpilih
menjadi Paus yang baru menggantikan Paus Benedidiktus XVI. Setelah terpilih,
dia memilih gelar Paus Fransiskus. Publik banyak mengenal dia sebagai pribadi
yang rendah hati dan peduli pada kaum papa.
Menarik bagi saya ketika media menulis bagaimana salah satu
wujud kerendahatian Paus Fransikus. Ketika konklaf selesai, dia nekad pergi
keluar untuk membayar tagihan hotel tempat dia menginap. Dan itu dilakukannya
dengan menggunakan bus sebagai sarana transportasi masal di vatikan. Sikap
sederhananya tidak tercipta sesaat ketika dia terpilih sebagai Paus yang baru.
Namun itu sudah terjadi dalam masa pelayanannya sebagai cardinal di Argentina.
Dia deikenal sebagai Kardinal penegah konflik social ataupun politik di
argentina. Hidupnya didedikasikan untuk kaum miskin dan menderita. Dia bukan
hanya mau memberikan bantuan, kotbah kepada kamu miskin dan menderita. Tetapi
dia juga mau diam dan tinggal di tengah-tengah mereka. Makan bersama mereka,
dengan makanan yang mereka makan.
Sosok yang begitu mulia ini muncul ketika dunia ini
merindukan kepemimpinan yang tanpa basa basi. Sebuah kepemimpinan yang
melayani. Pemimpin berhati hamba. Semua orang tahu, tipikal pemimpin yang
seperti ini sudah semakin langka, kalau tidak boleh dikatakan lenyap. Banyak
pemimpin sekarang yang terbelenggu pada birokrasi jabatan. Menjaga citra diri
secara berlebihan, demi langgengnya kekuasaan yang dimilikinya.
Moment paskah ini sebenarnya adalah moment yang tepat untuk
melakukan introspeksi diri. Terutama bagi
siapa saja yang merasa dirinyan adalah seorang pemimpin. Keteladanan Kristus
didalam membasuh kaki murid-muridNYA. Memikul salib dengan tubuh manusiaNYA.
Menerima segala cercaan dan hinaan adalah sebuah teladan sejati tentang
KERENDAHAN HATI. Kita semua tahu bahwa perkara seperti itu tidaklah mudah untuk
dilakukan di era modern seperti sekarang ini. Terlalu berat SALIB yang harus di
pikul para pemimpin di zaman modern ini. Apalagi jika harus memilkulnya dengan
menggunakan pakaian kebesaran (jas/full dress dan kebaya). Bisa bisa lebih
mahal harga jas dan kebaya nya daripada harga salib yang harus di pikul.
Banyak pemimpin sekarang yang terlihat baik dan peduli dengan
memberikan bantuan,dukungan bagi kaum yang miskin dan menderita. Namun menolak
jika harus duduk berdampingan dengan si miskin dan menderita sekaligus makan
bersama mereka. Inilah realita yang terjadi di dunia ini.
Paus Fransiskus adalah contoh yang ideal bagi kita di era
modern ini. Bagaimana kepemimpinan di jalankan dengan rendah hati dan
ketulusan. Mungkin terlalu jauh jika harus meneladani Yesus yang telah sempurna melakukan
keteladanan kerendahatian. Jangankan meneladaninya, mencoba melakukan apa yang
DIA perbuat saja, belum tentu kita mampu. Tak perlu berkecil hati melihat itu
semua. Karena itu berarti, saya dan anda semua adalah manusia biasa. Hanya
marilah kita terus berupaya mengingat-ingat segala contoh keteladanan Tuhan
Yesus kepada umat manusia. Lalu mari dengarkan suara hati kita. Jika DIA mau
melakukannya, mengapa kita tidak ?