Senin, Februari 06, 2012

Sebuah benda bernama DASI


Seorang Pria terihat gagah dan berwibawa dengan sebuah dasi yang dikenakannya. Dia nampak bangga karena tampil perlente dan berwibawa dengan dasi yang digunakannya. Apalagi karena dasi itu dipakainya bekerja sehari-hari didalam sebuah kantor megah, berlantai marmer dan ber AC yang sangat dingin. Lebih bangga lagi, karena untuk berangkat bekerja ke kantor yang megah itu. Ada sebuah mobil mewah beserta pengemudinya yang siap mengantar, dan pria itu duduk di jok belakang dengan santai sambil membaca Koran disepanjang perjalanan.

Di tempat lain, seorang pria nampak berkeringat dan sangat sibuk. Pakaian serta dasi yang dikenakannya terlihat kumal akibat aktifitas yang begitu banyak. Mondar mandir dari bagian belakang sebuah ruangan, menuju bagian tengah ruangan yang didalamnya ada banyak orang-orang yang sedang berdiskusi sambil menikmati makan siang. Pria itu tentu berbeda tugas dengan pria yang saya sebut sebelumnya. Demikian juga dengan dasi yang dikenakannya, sudah pasti berbeda “nasib” dengan dasi yang dikenakan pria yang berkantor megah tadi.

Pria yang pertama adalah seorang PEJABAT. Sedangkan pria yang kedua adalah PELAYAN restoran. Sebuah status yang sangat berbeda.Tetapi bisakah kita membedakan dasi yang mereka pakai sebagai dasi PEJABAT dan dasi PELAYAN ? Rasanya tidak mungkin, karena dasi adalah dasi. Dan menjadi hak siapa saja untuk mengenakannya, baik bagi seorang pelayan maupun seorang pejabat. Bahkan sering kita dengar, Penjahat Berdasi…Sungguh luar biasa peminat benda bernama dasi ini….

Diawal tugas saya menjadi seorang sales, saya adalah salah satu sales yang paling rajin memakai dasi. Bagi saya, dasi adalah sebuah benda sacral yang harus dipakai dalam setiap kegiatan dinas saya. Karenanya dalam setiap kunjungan ke pelanggan, ataupun pertemuan bisnis dengan pelanggan, saya selalu mengenakan dasi. Mungkin hal ini karena “doktrin” seorang sales senior saya yang kemana-mana selalu berdasi. Hobinya berdasi itu sudah mendarah daging. Sampai senangnya, dia bercerita bagaimana dia selalu menggunakan dasi dalam setiap tugas “sales”nya. Tak peduli naik bus kota, sepeda motor sampai jalan kaki sekalipun, dasi itu selalu setia menemaninya. Saya jadi teringat bagaimana saya mengawali tugas sebagai seorang sales di awal-awal saya bekerja. Waktu itu saya berangkat dari kantor saya di daerah jalan bongkaran Surabaya dengan diantar sebuah mobil kantor. Sesampainya di daerah kembang jepun, saya bersama tim sales yang lain harus door to door untu memasarkan product yang saya jual. Dasi yang saya pakai sebenarnya membuat saya tidak merasa nyaman. Karena sejujurnya bagi saya, dasi itu hanya pantas di pakai oleh orang-orang top yang bekerja dan berposisi sebagai top management juga. Namun karena berdasi itu diminta oleh kantor dimana saya bekerja, saya terpaksa setia memakainya.

Seiring dengan berjalannya waktu, kebiasaan memakai dasi itu semakin mendarah daging. Apalagi ketika saya harus bertugas ke Jakarta untuk branches meeting bersama rekan-rekan sales cabang di Indonesia ini. Di Jakarta, banyak orang memakai dasi. Tak peduli apa yang menjadi tugas dan jabatan mereka. Dalam sebuah kesempatan makan siang bersama di sebuah restoran papan atas, saya sempat tersenyum geli karena bukan hanya kami yang berdasi, tetapi juga para pelayan restoran itu pun juga berdasi. Nyaris tak berbeda dengan kami. Nyaris tak ada bedanya antara pelayan dan yang dilayaninya.

Lantas dimana kesakralan sebuah dasi ?

Pertanyaan itu sesungguhnya tak pernah terjawab oleh saya. Apalagi sejak 12 tahun lalu saya pun harus selalu berdasi ketika pergi ke gereja di hari minggu. Selama 12 tahun itu pula saya tak pernah berhenti bertanya, kenapa saya harus selalu pakai dasi ketika melayani jemaat. Sebagai anggota majelis jemaat, memang dasi adalah sebuah kesepakatan bersama yang harus selalu digunakan dalam setiap pelayanan ibadah. Namun terus terang yang menjadi keraguan saya adalah, menjadi seorang anggota majelis jemaat itu sesungguhnya adalah menjadi seorang PEJABAT GEREJAWI sekaligus menjadi PELAYAN JEMAAT. Coba bayangkan, bagaimana bisa kita bersikap seperti itu sekaligus ? Sebagai PEJABAT dan PELAYAN. Sebuah Subject yang sangat berbeda status sosialnya. Tak perlu saya jelaskan bedanya, saya percaya anda semua tahu apa bedanya antara PEJABAT dan PELAYAN. Tugas sebagai pejabat gerejawi pun berbeda dengan tugas sebagai pelayan jemaat. Bedanya tak tanggung-tanggung jauhnya, seperti bumi dengan langit. Sebagai pejabat gerejawi kami dituntut untuk menjadi teladan dalam perkataan,perbuatan dan tentu saja kehidupan iman. Sebagai pelayan kami dituntut untuk melayani siapa saja yang menjadi jemaat beserta segala keperluannya, terutama berkaitan dengan pembinaan iman. Menjalankan kedua tugas itupun, harus selalu ada dasi yang menemani saya.

Saya pernah kuatir, jangan-jangan karena terlena pakai dasi ini, saya lebih condong bersikap sebagai seorang pejabat daripada seorang pelayan. Apalagi bila karena dasi ini sayamenjadi sosok yang dipuja puji orang lain…Wah ngeri !

Saya paham betul, yang ideal adalah tetap berdasi namun berjiwa melayani dengan tulus. Saya sadar seharusnya saya bersikap terus seperti pria kedua tadi. Yang rela dasi nya kumal karena aktifitas pelayanannya. Yang tak pernah bersikap congkak karena memakai dasi karena ingat betul jati dirinya sebagai seorang pelayan. Yang tak pernah malu menyuguhkan hidangan yang membuat orang-orang yang kita layani menjadi puas dan bersukacita. Dasi yang dipakai utk pria kedua itu memang terasa lebih sakral dan bermanfaat.

Dasi tetaplah dasi…Sebuah benda yang biasa saja.

Bukan dia yang membuat kita terlihat terpandang. Bukan karena harga nya yang mahal akhirnya menjadikan kita di hormati orang lain. Namun karena bagaimana kita menghayati dan bertanggungjawab ketika mengenakannya. Dasi adalah perlambang sebuah tugas sebagai PEJABAT sekaligus PELAYAN. Sebuah sikap yang akhir-akhir ini sejujurnya langka di negeri kita. Namun tentu benda bernama dasi itu tak mampu mengelak dan menolak untuk dipakai seorang PEJABAT yang tak punya jiwa melayani. Dasi hanya bisa pasrah. Kitalah yang seharusnya tahu diri…Apalagi ketika kita merasa bahwa dasi ini hanya menambah kemegahan bagi diri kita tanpa mendatangkan manfaat lain bagi hidup kita.


Teman-Temanku sesama pemakai Dasi…

Mari kita jaga kesakralan dasi sebagai sebuah benda yang mencerminkan sosok PEJABAT yang MELAYANI. Karena sesungguhnya itulah yang diharapkan Kristus bagi kita. Jangan pernah ragu untuk “membasuh kaki” sesama kita. Karena DIA pernah melakukan itu untuk murid-muridNya

Jangan pernah capek memakai dasi, apalagi ketika kita masih memakainya dan kita merasa ada banyak hal yang masih belum bisa kita perbuat. Teruslah memakainya, dan biarlah dasi itu menguatkan dan mendampingi kita untuk bersikap sebagai seorang “PEJABAT” yang berjiwa melayani…


Bagi para wanita,

Berbahagialah bila didalam kehidupan anda telah memiliki Pria Berdasi…


Dedicated to the men in neckties

Rabu, Februari 01, 2012

"OUR ENDURO"


Mungkin tidak banyak yang tahu, istilah “Enduro”. Namun bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia “extreme sport” pasti tahu persis tentang istilah ini. Enduro adalah salah satu bentuk olah raga bermotor yang menggunakan medan off road. Dalam olah raga ini yang dinilai adalah ketahanan pengendara dan sekaligus kendaraan bermotor yang dikendarai terhadap tantangan yag dihadapinya. Karena pengertian seperti inilah, PERTAMINA menggunakan ENDURO sebagai salah satu merk minyak pelumas yang dijualnya. Sebagai sebuah merk, diyakinkan kepada konsumen bahwa minya pelumas ini akan membuat ketahanan khusus bagi mesin bermotor yang menggunakannya khususnya terhadap medan-medan berat.

Mengapa malam ini saya ingin menulis tentang “ENDURO ?”. Sejujurnya karena pada hari in saya menghadapi “medan off road” didalam kehidupan saya. Memulai aktifitas dikantor lebih pagi dari biasanya karena hari ini, Presiden Direktur dan Direktur saya hadir dan berkunjung ke Surabaya dalam rangka peletakan batu pertama pembangunan gedung di kantor tempat saya bekerja. Hari ini pun terpaksa saya berangkat bekerja menggunakan sepeda motor, karena parkir mobil di kantor tidak akan cukup menampung tamu yang hadir dalam acara tersebut. Untung pagi tadi cuaca bersahabat. Dan saya menikmati perjalanan ke kantor lewat jalan baru “MERR IIC” yang membuat perjalanan saya hanya membutuhkan waktu 30 menit saja untuk jarak tempuh sepanjang 28 KM.

Sampai kantor langsung sibuk, kebetulan saya ditunjuk menjadi panitia pelaksana yakni sebagai sie perlengkapan dan sie dokumentasi. Sangat cocok untuk ukuran tubuh sebesar saya, menjabat sebagai sie perlengkapan. Dan juga sie dokumentasi yang sesuai dengan kegilaan saya pada fotographi. Semua berjalan sangat lancar dari jam 10.00 sampai dengan jam 13.00 wib. Saya merasakan capek yang luar biasa karena harus berdiri selama hampir 3 jam sambil bertugas merekam kegiatan dalam kamera Canon saya. Selesai acara, masih ada pengarahan direksi untuk staff terkait tantangan di tahun 2012 ini. Pesannya singkat, bekerjalah lebih baik, lebih serius dan lebih maksimal karena tantangan yang kita hadapi tidaklah mudah di Tahun 2012 ini. Selesai acara, didalam ruangan sudah siap menanti acara meeting lanjutan. Kali ini sesuatu yang baru saja dimulai ditahun 2012 ini. Istilahnya keren, “WEB MEETING CONFERENCE FOR SALES FORCE”. Intinya adalah rapat untuk para sales, namun kali ini melibatkan 3 kota yakni Surabaya, Jakarta dan SEOUL-Korea Selatan. Saya sebenarnya sudah agak terbiasa mengikuti pola meeting dengan Head Office Principal saya di Seoul. Namun kali ini meeting yang dilakukan sangat detail dan berfokus pada pengingkatan kinerja sales force. Banyak hal disampaikan, terutama terkait target Principal yang dibebankan kepada kami. Masih belum jauh berbeda dari tahun kemarin, hanya sekitar 2000 Teus (ekuivalen dengan container size 20’) per bulan. Namun yang menjadikan Kegalauan adalah diluncurkanya sebuah program baru berjudul SFA (sales force automation). Dalam program ini kami harus menjadwal kunjungan kami kepada target customer secara detail setiap hari. Kapan rencananya, dan berapa lama durasi nya, sampai apa yang akan dibicarakan sekaligus berapa target goal nya. Saya sendiri tak pernah menduga akan sedetail ini laporan yang diminta. Yang lebih membuat galau adalah penilaian nantinya bukan hanya kepada Tim Sales, namun juga bersifat target personal. Saya melirik 2 orang junior saya, yang mukanya langsung pucat pasi mendengar paparan dari Head Office. Singkat cerita, meeting selesai jam 17.00 wib dan akan dilanjutkan besok pagi jam 09.00 wib.

Setelah segala pekerjaan berkaitan laporan dan analisa selesai dikirimkan, saya segera berkemas dan pulang. Langit terlihat mendung, mungkin solider terhadap hati kedua junior sales saya sore itu. Asyiknya lagi, baru 500 meter keluar dari kantor, langit mendung itu berubah menjadi hujan yang cukup deras. Dan saya makin “merasa asyik” karena terpaksa merasakan basah dan dingin berkendara sepeda motor bersama ratusan pengendara sepeda motor yang lainnya. Sejujurnya saya hanya ingin segera pulang sore tadi. Namun saya teringat pesan mesra istri saya lewat blackberry messenger ,” Papah sayang xixixixix kalo gk capek, gk repot dan gk habis…gk kehabisan…aku pengen garang asemya pak Seger” Pria mana yang tahan terhadap rayuan seperti itu. Atas nama cinta, saya arahkan perjalanan pulang saya melewati depot sate pak seger di Kertajaya. Dingin semakin menusuk badan, celana ini sudah basah. Untung garangasem itu masih ada. Saya membelikan satu untuknya dan kembali melanjutkan perjalanan pulang kerumah.

Saya masih merasakan beratnya beban yang harus dipikul dalam tugas dan tanggungjawab dikantor. Masih terbayang terus senyum galau dua junior sales saya. Ada kekuatiran juga dalam hati saya, apakah saya bisa mengemban misi yang diberikan dan target yang ditetapkan. Tak terasa bibir saya mulai terbuka, dan keluarlah sebait syair lagu Kidung Jemaat 372, “ Pikulah salibmu saja…pikul terus….Lihatlah mahkota Raja, Agung Kudus” Lagu ini tak terasa terucap dari bibir saya. Dan menghangatkan tubuh serta menenangkan pikiran saya. Sore itu walau dengan basah kuyup saya putuskan mampir ke rumah Ibu di nginden. Hanya melihat senyumnya saya, mungkin saya akan terasa tenang. Dan memang seperti itu yang saya rasakan ketika berjumpa beliau. Sampai rumah, pukul 18.30 wib saya di sambut kedua belahan jiwa saya. Aura yang kecil menyapa saya sambil mengangkat tangan,” Hallo Papah…selamat pagi” Saya tertawa habis, melihat kepolosannya yang menyapa saya “selamat pagi” padahal hari sudah gelap.

Terasa hangat jiwa saya, terasa ringan beban saya melihat senyumnya.

Saya tahu, tak ada kehidupan yang mudah sekarang ini. Semua kehidupan serasa medan off road yang harus kita jalani dengan ketangguhan batin dan mental kita. Tak terbayang betapa beratnya medan off road yang harus dijalani anak-anak kita kelak, karena sekarang aja sudah demikian beratnya. Mungkin sejak sekrang kita harus menyiapkan mental yang teguh bagi anak-anak kita, agar bertahan dalam “medan off road” kehidupan ini. Saya pun teringat pesan Pak Dahlan Iskan (mantan DIRUT PLN) yang sekarang menjadi Menang BUMN, yakni “ BERHENTILAH MENGELUH dan KERJA…KERJA…DAN KERJA”. Mungkin ini hampir sama dengan apa yang menjadi pesan Tuhan Yesus bagi kita, “Pikulah Kuk yang kupasang, karena bebanku enak dan ringan (Matius 11 : 30)”

Teman-Teman khususnya yang masih muda,

Saya bukan hanya pengen curhat lewat tulisan ini. Tetapi saya benar-benar ingin berbagi bahwa sekarang tak ada yang merasakan bahwa hidup itu mudah. Namun apapun yang kita hadapi saat ini, mari berpikir positif bahwa masih ada Tuhan yang baik dan sayang kepada kita. Masih ada cinta dan kehangatan keluarga kita. Masih ada teman-teman yang menjadi penolong dalam kehidupan kita. Seberat apapun “medan off road” yang ada, mari kita tunjukan ketangguhan kita. Mari kita nikmati goncangannya,hentakannya dan sensasinya. Tetaplah focus agar kita mampu melewatinya. Lakukan yang terbaik agar kita mendapati arti hidup yang berarti. Kita bisa melewatinya, bukan karena kemampuan kita, namun karena Pertolongan dan TuntutanNya. Selamat berjuang…maju terus untuk kehidupan yang lebih baik.

Tuhan memberkati….

Dedicated for my junior sales in my office…