Rabu, Juni 24, 2009

Bawang Dunia


AYAT BACAAN : MATIUS 10 : 22-26

BAWANG adalah salah satu bumbu yang hampir dipakai dalam setiap masakan. Itu artinya, bawang ikut memengaruhi lezat tidaknya sebuah menu. Ada beberapa jenis bawang yang kita kenal, antara lain : bawang putih, bawang merah, dan bawang bombai. Menariknya, bawang memiliki bau yang kurang sedap ketika masih dalam wujud aslinya. Namun setelah dipakai dalam proses masak, dicincang atau di geprak dan kemudian di tumis, bawang akan berubah menjadi harum. Menariknya lagi, bawang bukan hanya dipakai untuk menyedapkan masakan, tetapi sebenarnya bawang memiliki bermacam macam khaziat untuk kesehatan. Ada beberapa khaziat antara lain : anti oksidan dan anti kanker. Sungguh luar biasa keberadaan bawang ini.

Dan pernahkah kita berpikir, sebagai orang kristen seringkali hidup kita mirip mirip dengan sebuah bawang. Kehadiran kita sering dirasakan sebagai bau yang tidak sedap bagi dunia ini. Keberadaan kita sering dianggap sebagai hal yang menggaggu bagi dunia. Bahkan segelintir orang mengatakan bahwa kita adalah kaum murtad. Banyak orang kristen "dianaiya" walau mungkin tidak secara fisik, tapi secara perasaan sebagai kaum minoritas. Karier di pending karena beragama kristen, jabatan di turunkan karena tidak seiman oleh atasan dan bentuk bentuk "penganaiayan" yang lain. Marilah kita melihat bagaimana Tuhan Yesus menerima semua perlakuan itu dari dunia ini. Dia dianggap sebagai pengganggu dunia sehingga keberadaannya harus di lenyapkan dan dihancurkan.

Bagaiamana kita menghadapai itu semua? Tak ada hal lain selain kita harus bisa menghayati dan melakukan semua nya dengan ketulusan hati. Ingat ingat saja seperti bawang. Walah baunya tidak sedap dan dihindari banyak orang, tapi ketika di cacah, di geprak dan di tumis dalam panas akan menjadi harum baunya. Dan melezatkan semua masakan. Yang lebih penting lagi ternyata juga bisa mengobati banyak penyakit.

Proses yang harus kita terima dan hadapi tentu tidaklah mudah. Kita harus siap "dicincang, di geprak, dan di bakar dalam panas" agar fungsi kita yang sejati itu bisa dirasakan. Tak perlu kuatir dan takut. Ingatlah terus kepada apa yang dikatakan Tuhan Yesus, seorang hamba tidak akan melebih Tuannya. Kalo Tuan kita saja rela menerima semua keberadaan ini, bagaimana dengan kita ?

Selasa, Juni 23, 2009

Antara Martabak dan Martabat


AYAT BACAAN : KEJADIAN 1 : 25-28


Sebagian diantara kita mungkin merupakan penggemar martabak. Makanan yang dijual dipinggir jalan ketika malam, rasanya gurih dan lezat. Apalagi ada isi daging sapi didalamnya. Makanan khas arab ini terasa nikmat di makan di malam hari, walaupun hanya dengan sepiring nasi sekalipun.

Cukup menggelitik hati ketika kita ditanya apakah ada bedanya antara MARTABAK DAN MARTABAT? Kalo yang ditanya anak kecil maka jawabannya adalah beda huruf ! Di sisi lain kalo yang ditanya Guru Bahasa Indonesia, maka akan dijelaskan bahwa Martabak adalah salah satu jenis makanan, sedangkan Martabat adalah Konsep moralitas yang menyangkut nilai atau bobot seseorang secara pribadi. Tapi akan menjadi menarik bila beda antara Martabat dan Martabak ditanyakan kepada seorang penggumul theologia.

Martabat manusia sudah di rancang oleh Tuhan Sang Pencipta sejak diciptakannya manusia. Dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk yang ditugaskan untuk melakukan pengelolaan dunia dan seisinya. Jelas sekali bahwa manusia dikaruniakan sebagai mahkluk ciptaanNya yang tertinggi, yang dimahkotai kemuliaan dan hormat. Artinya adalah manusia memiliki martabat yang mulia sejak awal diciptakanNya.

Kehidupan manusia dalam dunia yang penuh rawa paya ini menjadi semakin tidak karuan karena begitu kerasnya persaingan antar manusia untuk hidup. Gesekan gesekan sering terjadi antar umat, sehingga terkadang berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dia yang akan bertahan. Yang kuat menjajah yang lemah, yang kaya menginjak injak yang miskin. Dapat dikatakan, bahwa Martabat mulia manusia telah semakin terkikis. Apakah memang itu yang seharusnya terjadi kepada manusia ?

Tentu seharusnya manusia tetap berusaha untuk menjaga agar martabatnya tetap mulia seperti di awal dia diciptakan. Bukan lantas menjadikannya seperti martabak yang dibanting kesana kemari, di ulur ulur dan di tarik tarik, bahkan kemudian mau di panaskan, di goreng yang pada akhirnya berakhir untuk dimakan. Martabat manusia harus tetap dijaga untuk tetap mulia dan memiliki harga yang pantas. Bukan seperti martabak yang bisa habis dalam sekejab untuk menikmati rasa kenyang sesaat. Gbu

Senin, Juni 01, 2009

Mewujudkan Kebahagiaan


AYAT BACAAN : AMSAL 11 : 23-28



Model Manohara Odelia Pinot akhirnya kembali ke Tanah Air setelah dikabarkan dilarang berhubungan dengan keluarga oleh pihak Kesultanan Kelantan, Malaysia. Manohara tiba di Jakarta (31/05/2009) sekitar pukul 07.30 WIB. Seperti ramai diberitakan media masa bahwa sebelumnya, Manohara dikabarkan mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh suaminya, Tengku Muhammad Fahry yang merupakan anak Sultan Kelantan. Juga dikabarkan, Manohara ibaratnya adalah sebuah burung yang di kurung dalam sebuah sangkar emas. Di berikan kecukupan secara materi, bahkan mungkin berlebihan, namun menderita karena kehilangan kebebasan batin. Pihak keluarga Manohara telah berulang kali meminta bantuan Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus ini. Dan akhirnya kabar yang ditunggu-tunggu telah ada, manohara kembali pulang ke Indonesia. Pasti banyak orang bertanya-tanya, apakah MANOHARA hidup bahagia disana ? Ataukah sebaliknya, Ia menderita secara batin dalam kungkungan sangkar emas ?

Dimanakah sesungguhnya letak kebahagiaan ? pertanyaan ini tentu akan mendapatkan jawaban ang berbeda-beda. Mungkin bagi sebagian orang, kebahagian dapat diukur dengan berapa banyak materi yang ada pada kita, yang kita miliki sebagai aset mahal kita. Ada juga yang mengukur sebuah kebahagian dari seberapa sehat kita dalam menjalani kehidupan. Apalah artinya memiliki harta banyak, tetapi sekaligus juga memiliki penyakit yang juga banyak ? Menarik sebenarnya untuk bicara soal kebahagian yang pantas...

Bagaimana Kekristenan memandang soal kebahagian ? ternyata kebahagian itu bukan semata-mata diukur dari seberapa besar/banyak seseorang itu memiliki atau mendapatkan berbagai berkat Tuhan dalam kehidupannya. Yang benar adalah, seberapa besar seseorang itu bisa membagi berkat yang diterima kepada sesama. Ukuran yang tepat bukan seberapa besar kepemilikan atas sebuah berkat, tapi seberapa besar kita membagi berkat itu pada sesama. Ketika kita hanya memiliki berkat tanpa mau membagi kepada sesama, tentu kebahagiaan itu hanya kita rasakan secara semu. Kita hanya akan menjalani kehidupan yang penuh dengan ambisi dan egoisme pribadi. Tak pernah ada kata puas dalam hidup kita. Dan waktu 24 jam pun terasa singkat untuk kita jalani.

Sebaliknya, manakala ketika kita mampu dan mau membagi semua berkat yang kita terima kepada sesama, justru disitulah akan kita temukan kebahagiaan yang sejati. Berkat yang kita terima pun akan semakin manis kita rasakan. Diluar itu, kita akan memiliki berkat-berkat yang lain, yakni keberadaan sesama dalam hidup kita. Akan ada banyak teman, saudara, sahabat yang berada di sisi kita dalam setiap 24 jam kehidupan kita. Keberadaan teman-teman kita itulah yang akan selalu membuat hidup kita merasakan sejahtera. Maka ketika kita sudah berhasil melakukan itu semua, Disitulah akan kita rasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Selamat mewujudkan kebahagian sejati dalam hidup anda !