Jumat, April 05, 2013

Tukang Bubur

Hampir semua orang yang kenal saya, tahu persis. Bahwa ada 3 hal yang saya benci dalam hidup. Tiga hal itu adalah Pisang,susu dan Bubur. Jangankan menikmati, melihat dan mencium baunya saja, saya akan lari terbirit-birit menjauh sebelum saya…muntah !
Saya sendiri lupa apa penyebabnya, sampai-sampai saya begitu “alergi” dengan 3 hal itu. Jika tentang susu, seingat saya waktu saya kecil saya juga minum susu. Hanya menurut Ibu, karena saya alergi susu sapi, maka diberikannyalah kepada saya susu kedelai. Ini untuk menghindari alergi. Jika minum susu sapi maka banyak bisul tumbuh di wajah saya.  Jika tentang pisang, seingat saya waktu kecil masih suka makan pisang. Tapi entah sekarang jika membau harumnya buah pisang. Tiba-tiba saya merasa mual dan ingin muntah. Lain lagi dengan bubur, saya tidak suka bubur (apalagi bubur sumsum) karena melihat bentuknya yang putih. Pikiran saya, itu semacam susu yang mengental. Jadi, akh…amit-amit..saya tidak menyukainya sama sekali.

Karena tidak suka, saya jadi benar-benar marah jika diperhadapkan kepada tiga hal itu. Jika bepergian, dan ada keluarga yang membawa pisang, susu, atau bubur di dalam mobil, saya pasti “ngambul”. Jadilah saya pribadi yang terkesan egois, karena memprotek kepentingan saya sendiri. Korban egois saya yang terdekat adalah Amanda dan Aura. Jika mereka minum susu didalam mobil. Pastilah saya menjadi emosi jiwa. Saya buka jendela mobil. Setelah mereka selesai minum susu, saya semprot mobil dengan pewangi. Ini terpaksa saya lakukan agar penderitaan saya lenyap !.

Dan dua hari ini, saya (terpaksa) melawan egoisme saya pribadi. Seorang pria yang saya teladani dalam kehidupan dan pelayanan, tergolek sakit di RS Graha Amerta Surabaya. Pria tersebut adalah R. Soedjatmiko, yang saya biasa sapa “Om Miko”.  Pria yang setiap berjumpa dengan saya selalu terlihat “dandy”,  kini tergolek lemah di ranjang Rumah Sakit. Tubuhnya kurus, dan nampak menderita akrena sakit yang harus di alaminya. Makanan Rumah sakit tak dapat di telannya. Baru satu sendok, sudah terasa mual dan mau muntah. Melihat situasi seperti itu, Ibu saya menawarkan untuk membuatkan bubur sumsum. Saya tahu, ibu saya ahli membuat bubur sumsum itu. Harumnya saja, sudah menarik selera untuk makan. Setahu saya karena Ibu membuatnya dengan daun pandan wangi. Dan benar saja, ketika di sajikan kepada Om Miko, beliau makan dengan lahap. Tentu kami semua bahagia melihat itu.

Rabu malam, saya di telpon Ibu. Perintah penting yang saya terima adalah, besok pagi sebelum berangkat kerja. Saya harus mampir untuk mengambil bubur sumsum dan mengirimkannya ke Om Miko. Hati kecil saya merintih. Antara menerima penugasan ini atau menolak. Tapi hati kecil saya berkata, demi Om Miko, egoisme saya atas bubur ini harus saya kalahkan. Kamis pagi saya ambil bubur di rumah Ibu, saya taruh di jok belakang mobil dengan tas keresek yang di ikat rapat. Baunya semerbak di dalam kabin mobil. Anda semua pasti bisa membayangkan, perut  dan kepala saya berjuta rasanya….
Turun dari mobil, saya harus membawanya dan mengahturkan ke Om Miko. Begitu tahu bubur datang, Om Miko dengan senyum khas nya berkata,” Aku mau maem bubur sumsum nya Nini Made !”. Dan adegan selanjutnya adalah, saya melihat dengan mata kepala sendiri. Sendok demi sendok masuk kedalam tubuh Om Miko. Enaak kelihatannya, tapi kepala dan perut saya …makin berjuta-juta rasanya.Lengkaplah "penderitaan" saya pagi itu.

Pagi ini, saya kembali jadi tukang bubur. Tapi rasanya sudah tidak seperti kemarin. Saya berhasil sedikit mengatasi egoisme saya. Buat Om Miko, pribadi yang memberikan saya banyak inspirasi hidup ini, saya rela melakukannya. Dan sedikit demi sedikit, rasa egoisme saya mulai luntur…
Pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Bahwa kadang kita terlalu arogan untuk menuruti rasa psikis yang berlebihan didalam kepala kita. Tapi sayang,cinta dan respect kita pada seseorang rupanya mampu membuang itu semua. Saya tentu bersyukur dan menarik semua hikmah atas kejadian ini. Saya bisa mengalahkan egosime saya, dan membuat Om Miko bahagia. Entah untuk berikutnya, apakah saya juga berhasil  mengatasi ketidaksukaan saya terhadap bubur,susu dan pisang ? Saya Cuma bisa jawab, “ Akh...Nggak Janji Dech !”

Surabaya, 05April 2013
Persembahanku untuk yang terkasih..
R Soedjatmiko

Selasa, Maret 26, 2013

Pemimpin berhati Hamba



Mata dunia tertuju pada Vatikan, awal bulan maret 2013 yang lalu. Ketika vatikan mengadakan sidang Konklaf yang dihadiri lebih dari 100 kardinal sedunia untuk memilih paus yang baru. Ketika asap putih keluar dari cerobong asap. Jutaan umat katolik sedunia bersorak-sorai. Seorang Paus baru telah terpilih. Kardinal Jorge Bergoglio, yang berasal dari Argentina terpilih menjadi Paus yang baru menggantikan Paus Benedidiktus XVI. Setelah terpilih, dia memilih gelar Paus Fransiskus. Publik banyak mengenal dia sebagai pribadi yang rendah hati dan peduli pada kaum papa.

Menarik bagi saya ketika media menulis bagaimana salah satu wujud kerendahatian Paus Fransikus. Ketika konklaf selesai, dia nekad pergi keluar untuk membayar tagihan hotel tempat dia menginap. Dan itu dilakukannya dengan menggunakan bus sebagai sarana transportasi masal di vatikan. Sikap sederhananya tidak tercipta sesaat ketika dia terpilih sebagai Paus yang baru. Namun itu sudah terjadi dalam masa pelayanannya sebagai cardinal di Argentina. Dia deikenal sebagai Kardinal penegah konflik social ataupun politik di argentina. Hidupnya didedikasikan untuk kaum miskin dan menderita. Dia bukan hanya mau memberikan bantuan, kotbah kepada kamu miskin dan menderita. Tetapi dia juga mau diam dan tinggal di tengah-tengah mereka. Makan bersama mereka, dengan makanan yang mereka makan.

Sosok yang begitu mulia ini muncul ketika dunia ini merindukan kepemimpinan yang tanpa basa basi. Sebuah kepemimpinan yang melayani. Pemimpin berhati hamba. Semua orang tahu, tipikal pemimpin yang seperti ini sudah semakin langka, kalau tidak boleh dikatakan lenyap. Banyak pemimpin sekarang yang terbelenggu pada birokrasi jabatan. Menjaga citra diri secara berlebihan, demi langgengnya kekuasaan yang dimilikinya.
Moment paskah ini sebenarnya adalah moment yang tepat untuk melakukan introspeksi diri.  Terutama bagi siapa saja yang merasa dirinyan adalah seorang pemimpin. Keteladanan Kristus didalam membasuh kaki murid-muridNYA. Memikul salib dengan tubuh manusiaNYA. Menerima segala cercaan dan hinaan adalah sebuah teladan sejati tentang KERENDAHAN HATI. Kita semua tahu bahwa perkara seperti itu tidaklah mudah untuk dilakukan di era modern seperti sekarang ini. Terlalu berat SALIB yang harus di pikul para pemimpin di zaman modern ini. Apalagi jika harus memilkulnya dengan menggunakan pakaian kebesaran (jas/full dress dan kebaya). Bisa bisa lebih mahal harga jas dan kebaya nya daripada harga salib yang harus di pikul.

Banyak pemimpin sekarang yang terlihat baik dan peduli dengan memberikan bantuan,dukungan bagi kaum yang miskin dan menderita. Namun menolak jika harus duduk berdampingan dengan si miskin dan menderita sekaligus makan bersama mereka. Inilah realita yang terjadi di dunia ini.
Paus Fransiskus adalah contoh yang ideal bagi kita di era modern ini. Bagaimana kepemimpinan di jalankan dengan rendah hati dan ketulusan. Mungkin terlalu jauh jika harus meneladani Yesus yang telah sempurna melakukan keteladanan kerendahatian. Jangankan meneladaninya, mencoba melakukan apa yang DIA perbuat saja, belum tentu kita mampu. Tak perlu berkecil hati melihat itu semua. Karena itu berarti, saya dan anda semua adalah manusia biasa. Hanya marilah kita terus berupaya mengingat-ingat segala contoh keteladanan Tuhan Yesus kepada umat manusia. Lalu mari dengarkan suara hati kita. Jika DIA mau melakukannya, mengapa kita tidak ?