Bacaan : Yosua 24 :14-28
SETIA SETIAP SAAT
Setidaknya ada dua binatang yang menjadi perlambang akan kesetiaan. Kedua binatang itu
adalah Anjing dan Merpati. Sudah banyak cerita tentang kesetiaan anjing kepada tuannya,
bahkan kesetiaan itu tetap terpelihara walau sang tuan sudah wafat. Demikian pula dengan
merpati, sampai-sampai ada pameo yang mengatakan merpati tak pernah ingkar janji. Merpati
selalu pulang ke sangkarnya membawa cinta kepada pasangan. Luar biasa ternyata, hewan yang
tidak memiliki akal budi saja ternyata mampu menunjukkan kesetiaan.
Entah ada apa dengan manusia, sehingga bersikap untuk tetap setia itu tidaklah mudah. Selalu
saja ada tantangan dan godaan pada saat manusia berupaya untuk tetap setia. Padahal manusia
dianugerahi akal budi yang seharusnya membuat manusia mengerti arti kesetiaan dan apa yang
menjadi keuntungan atas kesetiaan.
Yosua adalah salah satu dari sekian banyak tokoh alkitab yang memiliki karakter setia kepada
Tuhan Sang Pencipta. Dalam bacaan kita terlihat bagaimana upaya Yosua untuk membawa
bangsa Israel memiliki kesetiaan hanya kepada Tuhan Sang Pencipta, dan bukan pada illah yang
lain. Perjalanan kehidupan bangsa Israel yang penuh onak duri membuat sebagian umat
meragukan cinta kasih Tuhan kepada mereka. Pada akhirnya mereka mencoba berpaling pada
illah lain yang dianggap lebih baik dan mengasihi mereka. Yosua memainkan peranan sebagai
pemimpin yang mengetahui apa yang menjadi problem kehidupan bangsanya. Dengan
keberaniannya, Yosua berupaya untuk membawa bangsa Israel tetap pada keyakinan bahwa
Tuhan adalah Allah Sang Pencipta, yang penuh kasih setia dan senantiasa memelihara kehidupan
bangsa Israel.
Proses yang dilakukan Yosua berbuah manis dan berdampak positif. Pada akhirnya bangsa Israel
menetapkan iman keyakinannya pada Tuhan Sang Pencipta. Bukan hanya itu, bangsa Israel juga
membuat komitmen untuk tetap setia, beribadah dan menyembah hanya kepada Tuhan. Apa yang
dilakukan oleh Yosua dan bangsa Israel adalah menyukakan hati Tuhan. Sehingga ada sebuah
anugerah yang diberikan kepada Tuhan, yang di tulis dalam kitab Yosua 1 : 3 bahwa setiap tanah
yang diinjak oleh telapak kaki Yoshua akan menjadi miliknya. Ada berkat anugerah yang begitu
besar manakala kita melakukan kesetiaan itu dengan ketulusan.
Hidup menjadi anak Tuhan yang setia membawa kita pada keindahan hidup. Bukan berarti kita
bebas atas setiap permsalahan. Tetapi senantiasa ada berkat di balik persoalan. Karenanya mari
kita mempertahankan kesetiaan kita pada Tuhan Sang Pencipta. Jangan mau kalah dengan anjing
dan merpati. Kalau saja anjing dan merpati bisa, mengapa kita tidak ? (JOP)
Sabtu, Oktober 21, 2017
Mengemban tanggungjawab bersama keluarga
Bacaan : 1 Taw 25:1-7
Seorang diaken jemaat, seharusnya bertugas melayani ibadah
kelompok kecil malam hari ini. Tetapi ternyata sebagian besar keluarga yang
menjadi kelompoknya telah bergabung dengan kelompok lain. Hanya 1 anggota yang
tersisa, yakni seorang warga sepuh, yang menjadi janda dan hidup sendirian di
sebuah perkampungan yang mayoritas penduduknya
memiliki keyaknian iman yang berbeda. Akhirnya sang diaken memilih
mengajak seluruh anggota keluarganya berkunjung ke rumah ibu tersebut. Mereka
bertemu, bercerita, menguatkan iman bersama-sama dan selanjutnya saling mendoakan.
Sebuah pertemuan yang indah dan bahkan berkesan bagi kedua keluarga. Pertemuan
itu terutama mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang baik bagi anak-anak sang
diaken. Anak-anak itu belajar bagaimana memiliki empati dan kepekaan pada
pergumulan seseorang.
Adalah sebuah sukacita dan keindahan manakala kita mampu
membawa seluruh anggota keluarga kita untuk bekerja dan mengemban sebuah
tanggungjawab dalam pelayanan. Ini akan membawa kekuatan bagi kita untuk menjalani
tugas dan panggilan pelayanan dengan baik. Secara tidak langsung kita akan
mengajarkan keteladanan dan kepedulian sosial kepada anak-anak kita. Dengan
demikian di masa yang akan datang mereka akan memiliki hati yang penuh empati
dalam mengasihi sesama. Jika kita mampu melakukan ini, maka ini juga merupakan
sebuah kesaksian bagi orang-orang yang melihat kita. Sebuah keluarga yang
melayani akan mendatangkan kesan yang sangat positif bagi orang yang ada
disekitarnya.
Sungguh adalah Suatu hal yang indah jika seluruh anggota
keluarga dilibatkan dalam pelayanan. Bacaan kita pagi hari ini berkisah tentang
Ketiga ahli musik yang dipilih Daud, yaitu Asaf, Heman, dan Yedutun, yang bukan
hanya melayani sendirian, melainkan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga.
Setiap kepala keluarga merupakan pemimpin pujian saat memuji Tuhan di rumah
Tuhan. Keluarga dilibatkan dalam pelayanan kepada Tuhan.
Mengkahiri kegiatan bulan keluarga di tahun 2017 ini, mari
membawa semangat pelayanan kepada seluruh anggota keluarga kita. Kita bisa
menunjukkan bahwa melayani itu indah. Dengan melayani kita akan memiliki rasa
syukur yang begtu besar pada setiap kasih Tuhan yang diberikan kepada
kita.(JOP)
LIHAT SEKITAR KITA
Bacaan : Ulangan 4:9-14
Lirik lagu
“sekitar kita” yang pernah hits di era 1980 an mungkin menggelitik batin kita.
“Sempatkanlah melihat, disekitar
kita.
Ada banyak kesenjangan antara
manusia.
Lihat sekitar kita “
Rasanya
cukup untuk menyentil kita terhadap fakta kehidupan sosial disekitar kita saat
ini. Ada banyak kesenjangan, dan ketimpangan bahkan ketidakadilan yang kita
rasakan. Pertanyaanya adalah, sempatkah kita melihat itu semua ?
Kita pasti pernah
melihat itu semua. Namun mungkin belum pernah mengingatnya bahkan menggumulinya
didalam batin kita. Seandainya saja kita mengingat lalu menggumulinya. Mestinya
kita memiliki keterbebanan untuk melakukan sebuah perbuatan nyata yang dapat
mengurangi kesenjangan hidup itu.
Mencoba
untuk mengingat dan tidak melupakan hal-hal yang kita lihat. Adalah awal atau
dasar penting bagi kita sebelum memutuskan untuk berani melakukan perbuatan
yang nyata. Pada saat kita mengingat dan melupakan semua hal tersebut, batin
kita akan terpanggil untuk berbuat mengatasi segala yang tidak benar menurut
pandangan kita.
Prosesnya
adalah dari melihat, memikirkan, memutuskan dan kemudian melakukan. Itulah bagian-bagian yang harus kita lakukan
untuk mulai berani menjadi pewarta syallom. Tentu masing-masing orang memiliki
“fase” yang berbeda-beda saat ini. Namun masing-masing orang mestinya mengawali
dengan langkah yang sama, yakni melihat.
Sekarang mari
kita mulai melihat fakta kehidupan di sekitar kita. Bahwa sejatinya syallom itu
belum dirasakan oleh setiap orang. Ada banyak
kesenjangan dan ketimpangan yang harus diatasi oleh sebuah perbuatan
yang berani. Setelah melihat, mari mencoba mengingat dan tidak melupakan apa
yang sudah kita lihat. Lalu biarkan batin kita berolah rasa agar memampukan
kita untuk berani memutuskan diri kita untuk terlibat sebagai pewarta syallom.
Pada akhirnya, kita semua akan merasakan damai yang begitu indah. Saat kita
berhasil melakukan sebuah perbuatan untuk mengatasi kesenjangan itu. Walaupun
mungkin itu hanyalah sebuah perbuatan kecil saja. (JOP)
Sabtu, November 19, 2016
Semangat anti kendho,sedhuluran njobo njero
Bacaan : KIS
2 : 42-47
Pasti kita
ingat sebuah peribahasa yang mengatakan, “bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh”. Makna dan arti dari Peribahasa ini adalah, sesuatu akan berhasil dan
mudah bila dikerjakan bersama-sama atau bersatu lebih kuat daripada terpecah
belah. Peribahasa ini dulu sering dipakai untuk menguatkan hati dalam mencapai
sebuah tujuan dalam perjuangan. Melalui peribahasa ini kita dapat menggambarkan
betapa kuatnya dampak sebuah kerjasama terhadap sebuah perjuangan.
Dalam
kehidupan bersekutu, kita pun seharusnya memaknai peribahsa tersebut. Tentu
kita memiliki tujuan yang sama dalam membina persekutuan bersama saudara-saudara
seiman. Salah satu tujuan utama persekutuan kita adalah menumbuh-kembangkan oran-orang
percaya sehingga rencana karya TUHAN ALLAH makin berlaku dan nyata di dunia,
demi kemuliaan nama Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus.Mewujudkan tujuan
ini tidaklah mudah dan memiliki banyak tantangan. Maka melakukannya
bersama-sama akan lebih mudah dan memiliki dampak yang lebih besar.
Teladan
kehidupan jemaat perdana, harusnya kita ingat terus menerus. Mereka
bertekun,sehati baik di Rumah Tuhan (Gereja) maupun di rumah pribadi-pribadi.
Mereka bersekutu dengan gembira, tulus hati dan memuji Tuhan. Semangat mereka
untuk memuliakan Tuhan tak pernah padam, dan persaudaraan yang mereka bina
adalah persaudaraan yang sejati. Yang kuat membantu yang lemah, yang lebih
menolong yang kurang. Begitu indahnya kehidupan jemaat perdana saat itu. Dampak
dari persekutuan yang indah itu, Rasul Paulus menyatakan bahwa jumlah mereka di
tambahkan semakin hari semakin banyak. Itu adalah sebuah bukti bagaimana
kehidupan orang-orang Kristen yang rukun akan berbuah.
Mengingat
teladan persekutuan jemaat perdana, mari kita mencoba mewujudkan semangat
persekutuan yang seperti itu di dalam jemaat kita. Semangat anti kendho dalam melayani
Tuhan dan sesame. Juga mewujudkan persekutuan yang sejati, luar dalam (njobo
njero). Kita kobarkan semangat persekutuan dan pelayanan yang tulus tanpa
motivasi yang tidak benar. Lalu kita bina kehidupan persekutuan yang saling
memperhatikan, saling mendukung dan saling memberkati. Jika itu bisa kita
wujudkan, maka Tuhan akan memberikan buah kehidupan yang manis kepada kita
(JOP).
Senin, Oktober 10, 2016
Sehati meski tak seragam
Bacaan : 1 KOR 1 : 10-17
Ditengah-tengah kehidupan sosial bermasyarakat, kita pasti
mengenal adanya kegiatan ARISAN. Kegiatan ini utamanya dilakukan oleh para
perempuan dengan tujuan menjalin keakraban. Berbagai aturan main disepakati,
dengan tujuan utama menjalin kekerabatan dan sekaligus melakukan tata kelola
keuangan bersama-sama. Tidak ada yang mempedulikan latar belakang agam, suku,
dan tingkat sosial para peserta arisan. Semua berkumpul bersama untuk menjalin
keakraban dan kekerabatan, serta saling menolong menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan.
Tujuan tersebut hampir mirip dengan tujuan awal dibentuknya
sebuah persekutuan. Semua orang yang memiliki keyakinan iman yang sama
berkumpul, saling membangun iman dan mewujudkan kehidupan bersama sesuai dengan
ajaran kehidupan yang diyakini bersama. Namun persoalannya dalam mewujudkan
tujuan bersama itu tidaklah mudah. Berawal dari perbedaan pandangan, perbedaan
sikap atas sebuah pergumulan, berakhir pada timbulnya perpecahan. Masing-masing
pihak tidak lagi ingat bagaimana tujuan awal dibentuknya sebuah persekutuan
yakni untuk saling berkumpul, membangun dan memiuliki kehidupan bersama sesuai
dengan ajran yang diyakini benar. BErawal dari sebuah perbedaan pandangan, dan
sikap atas sebuah persoalan dapat menjadikan persoalan yang besar dan berujung
pada perpecahan.
Seharusnya kita mengingat ajaran Rasul Paulus untuk
senantiasa hidup seia sekata, erat bersatu dan sehati sepikir. Manakala
persekutuan kita dihadapakan pada sebuah persoalan yang berpotensi membawa
persekutuan dalam jurang perpecahan, maka seharusnya kita mengutamakan kehendak
Kristus dalam memutuskan sebuah persoalan. Masing-masing pihak harusnya
berupaya menggumuli kehendak Kristus, bukan berupaya mengegoalkan pendapatnya
masing-masing karena beerkeyakinan pendapatnya adalah yang terbaik. Ingat saja
bahwa bukankan persekutuan ini dibangun dengan tujuan akhir untuk memuliakan
Nama Tuhan ?
Dalam kehidupan bersama, selalu ada benih-benih konflik yang
jika tidak dijaga akan berpotensi merusak. Semuanya harus dikendalikan dan
ditata agar adanya perbedaan dipandang sebagai berkat Tuhan agar hidup tidak
monoton. Bayangkan betapa monotonnya kehidupan jika kita hanya melihat setiap
pribadi menggunakan baju yang sama, semua nya seragam. Bukankah lebih indah
melihat pribadi-pribadi dengan aneka busana yang jika kita pandang akan membuat
pandangan kita tidak monoton.
Kita semestinya satu hati dalam menggapai cita, walau kita
mengenakan seragam yang berbeda. Apalagi jika persekutuan itu memiliki
cita-cita yang baik. Keberadaan persekutuan harusnya kita syukuri dan kemudian
kita jaga keutuhannya. Bukankah kita bahagia ika hidup dalam persekutuan yang
indah, dimana anggpta-anggotanya seia sekata, sehati dan sepikir dalam
memuliakan Tuhan ?
Kamis, Juni 09, 2016
Difficult is not impossible
Kalimat pendek ini "menampar" saya, saat terucap dari mulut seorang wanita yang berusia 30 tahun an namun kini menjabat sebagai direktur operasi sebuah perusahaan asing. Dalam dunia transportasi laut, jabatan direktur operasi biasanya dijabat oleh seorang pria, namun kali ini sosok wanita muda dan energik lah yang memegangnya.
Dia tak pernah kenal menyerah. Halangan baginya hanyalah sebuah tantangan. Dia irit bicara tapi cepat berpikir. Para pria yang menjadi anak buahnya terkadang terlihat kewalahan mengikuti ritme kerjanya. Apalagi jika di tanya, ini sulit atau tidak mungkin?
Seringkali kita menyerah pada sebuah persoalan. Kita kalah karena beranggapan bahwa persoalan ini tidak mungkin di selesaikan. Padahal jika kita tenang, dan kemudian menggunakan akal budi kita sebenarnya persoalan itu hanyalah sulit untuk di selesaikan.
Maka jika kini kita sedang menghadapi persoalan, jangan gampang menyerah. Cobalah untuk mengidentifikasi dahulu. Apakah ini sulit untuk diselesaikan ataukah tidak mungkin untuk di selesaikan. Semoga dengan langkah itu, kita bisa membuat langkah awal yang tepat untuk menyelesaikan sebuah persoalan...
Ingatlah Kawan,
Sulit bukanlah tidak mungkin untuk di selesaikan...
Tuhan menolong dan memberkati kita
Jumat, Mei 13, 2016
Let's Change
Ada sebuah buku yang keren, dan sangat perlu untuk dibaca. Judul
nya “ Let’s change “ atau Ayo Berubah. Penulisnya Rhenaldi Kasali, Guru Besar
Ilmu Manajemen di Universitas Indonesia. Dia menulis buku ini karena melihat
masyarakat kita "phobia" pada perubahan. Masyarakat kita mudah
bereaksi pada sebuah perubahan. Reaksi yang di tunjukkan cenderung negative dan
bahkan berpotensi menolak. Padahal menurut keyakinannya, berani melakukan
perubahan itu penting. Karena dengan berani merubah hidup maka kita akan
berpeluang memiliki perubahan hidup yang lebih baik.
Manusia suka terjebak pada sebuah area yang sering dikatakan
sebagai Zona Nyaman atau “comfort zone”. Merasa cepat puas, nyaman dan bahkan
enggan beranjak dari sebuah keaadaan yang kadang tanpa disadari keadaan itu
bisa menjadi jebakan kehidupan. Padahal dinamika kehidupan itu berjalan cepat,
dinamis dan keras. Jika kita hidup statis, maka kerasnya kehidupan bisa
mempersuli perjalanan kehidupan kita.
Ajakan untuk berubah juga diserukan Rasul Paulus kepada
Jemaat di Roma. Bahkan Rasul Paulus menyerukan untuk melakukan perubahan secara
mendasar, yakni perubahan akal budi. Kehidupan bangsa Roma yang modern di kala
itu berpotensi menjebak dan membawa Jemaat untuk hidup menjauh dari Tuhan. Seruan
Rasul Paulus adalah peringatan agar Jemaat di Roma tidak hidup dalam arus
duniawi melainkan berubah untuk menjadi lebih baik dan memiliki spirtualitas.
Dengan perubahan akal budi itu maka Jemaat di Roma diharapkan mampu hidup
seturut dengan kehendak Tuhan, membedakan mana yang baik dan mana yang tidak
baik.
Kini kita pun diajak untuk berani membuat perubahan hidup
agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Memang untuk mewujudkan hidup yang
lebih baik, itu perlu perjuangan. Untuk memperoleh kenikmatan perlu
pengorbanan. Karenanya jangan takut pada perubahan. Siapkan saja mental terbaik
disertai keyakinan bahwa kita mampu berubah karena kita di karuniai akal budi
dan hikmat untuk mewujudkan perubahan hidup. Jika kita mampu berubah untuk
menjadi lebih baik, maka hidup kita juga akan berubah menjadi lebih baik.
Ayo berubah ....!
Awali mulai sekarang......(KPT)
Langganan:
Postingan (Atom)