Masih tentang Mas Aan, yang saat ini masih terbaring di RS Graha Amerta Surabaya. Rabu, 2 November 2011 yang lalu, dia menjalani operasi yang ke-2. Operasi kali ini memakan waktu hampir 12 jam, sama seperti ketika operasi pertama berlangsung. Tim Dokter bekerja untuk menyambung “tendon”” ketiga jari mas Aan dan sekaligus memperbaiki jari telunjuk. Khusus untuk jari telunjuk ini memang masih jauh dari harapan Tim Dokter. Bahkan Dokter Heri yang melakukan operasi mengatakan, “Yah…Kita berdoa khusus untuk Jari Telunjuknya agar sesuai dengan harapan kita”
Di rumah Ibu saya, Rabu malam itu saya bersama Pdt Suko Tiyarno Ch. M.Th yang sedang berada di Surabaya dan Pak sribusono mengobrol santai. Kami mengobrol sambil menantikan upadate informasi dari Mbak Upik yang saat itu berada di RS Graha Amerta. Malam itu kami lewati sambil menikmati kopi hangat beserta pisang goren, rasanya nikmat sekali.
Pukul 20.25 wib ponsel saya berbunyi, sebuah pesan pendek telah masuk. Saya pun segera membacanya. Begini bunyi sms tersebut ” Mas Oka m aan dah slsi oprasi. Ml mini dia tdr d recovery room. Besk br kembali k kamar. Tlg britau om jat”. Ya SMS itu dari ponsel mas aan yang dikirim oleh mbak Upik. Rencana kami untuk menjenguk mas Aan malam itu terpaksa batal karena tak mungkin menemui Mas Aan di Ruang Pemulihan. Dia pasti belum tersadar dan masih dalam pengaruh obat bius.
Ingatan saya mundur ke belakang. Teringat hari senin malam tanggal 31 Oktober 2011, saya dan pak sribusono menengok Mas Aan di RS Graha Amerta. Saat itu dia ceria sekali dan sangat bersemangat. Dia sempat bercerita bagaimana kecelakaan kerja itu bisa terjadi. Yang menarik bagi saya adalah ketika kecelakaan kerja itu terjadi, yang ada dipikirannya hanyalah rasa pasrah pada rencana dan karya Tuhan. Dia tahu betul bahwa jari itu sangat vital bagi dia. Karena dengan jari-jari itu dia biasa mengekspresikan dirinya melalui music. Dalam hatinya, sempat dia berkata, “Tuhan saya berserah padaMu” . Kala itu mas Aan bercerita dengan optimis bahwa dia masih tetap akan bisa bermain music dengan segala keterbatasan yang ada. “ Seandainya jari saya benar-benar hilang, saya yakin tetap akan bisa bermain music”. Kemudian dia melanjutkan,” Apalagi saat ini saya diberikan Jari-jari yang sudah bisa tersambung kembali, pasti saya lebih bersyukur” . Sejujurnya saya terhenyak dan kagum dengan sikap “Positive Thinking” nya. Saat itu saya melihat sebuah keteladanan tentang “POSITIVE THINGKING”. Sikap “positif thinking” akan membuat diri kita mampu untuk terus berkreasi. Sementara sikap “negative thinking”, hanya akan membawa diri kita pada sebuah reaksi negative.
Sikap “positive thingking” ini yang menurut saya jarang dimiliki oleh orang-orang disekitar kita saat ini. Kecurigaan, ketidakpercayaan sebenarnya diawali oleh rasa “negative thingking” yang tak terkendali. Akibatnya, yang timbul adalah reaksi-reaksi negative yang merugikan karena tidak malah menambah masalah yang baru. Betapa banyak energy yang harus kita keluarkan dalam perdebatan-perdebatan yang sengit. Padahal semuanya tidak pernah menghasilkan sebuah kebaikan karena terlalu banyak energy negative yang terlibat. Kadang kita menilai seseorang dengan pandangan sinis karena kita terlalu banyak berpikir negative tentangnya. Sebagai akibatnya, saluran komunikasipun buntu. Dan pada akhirnya terciptalah sebuah permusuhan dengan sesama.
Dalam sebuah kesempatan di hari kamis malam tanggal 3 November 2011, saya kembali menjenguk mas Aan. Kali ini saya ditemani istri saya dan sahabat sepelayanan saya, pak Sribusono. Di RS Graha Amerta kami bertemu mas awang dan istrinya. Malam itu Mas Aan terlihat menderita akibat nyeri yang tak tertahankan. Saya sempat menghadap suster untuk menyampaikan keluhan mas Aan sekaligus menanyakan obat nyeri yang akan disuntikkan. Dari suster jaga saya mendapatkan informasi bahwa mereka sedang berkoordinasi dengan Dr Ita sebagai Dokter Anastesi. Saat itu suster meminta sabar karena obat sedang diambil dari Apotik di lantai bawah. Saya pun kembali ke kamar di mana maa Aan berada. Dia terus merintih,menangis dan menahan nyeri yang luar biasa. Dari bibir nya terdengar suara,”Gusti…nyuwun tulung”. Saya tahu dan bisa merasakan betapa nyerinya saat itu. Beberapa tahun yang lalu saya menengok saudara sepupu saya yang jari kelingkingnya terputus akibat mercon. Saat itu dia berteriak-teriak kesakitan akibat operasi yang dilakukan pada jari kelingkingnya. Itu hanya sebuah jari. Dan mas Aan ini adalah operasi dengan 4 jari ! Pasti sudah terbayangkan betapa sakit dan nyerinya. Yang saya bersyukur adalah mas Aan mengaduh dan menjerit hanya kepada Tuhan. Dia tahu betul hanya Tuhan yang mampu mengangkat rasa nyerinya. Saya pun mengajaknya berdoa. Saya hanya memohon kepada DIA,” Oh…Tuhan angkat rasa nyeri itu. Berikan anakmu ini kekuatan dan keteguhan. Berikan juga kesabaran…” Saat itu saya lupa untuk memohon kepada Tuhan agar obay anti nyeri nya segera datang. Tetapi Tuhan tahu bahwa saya memang pelupa. Dan ternyata Dia tetap memberikannya walau tanpa saya memintanya dalam doa. Tidak lebih dari 2 menit, obat anti nyeri itu datang. Dan salah seorang Suster yang paling senior kemudian menyuntikan obat anti nyeri itu. Tak lama kemudian, mas Aan pun tenang. Dan obat anti nyeri itu bekerja dengan baik. Oh…Tuhan Kau sungguh luar biasa…
Saya segera pamit setelah mas Aan mulai tenang. Karena menurut saya mas aan harus segera beristirahat. Dia perlu tidur yang nyaman agar tenaganya segera pulih. Demikian juga dengan mbak upik. Tidak mudah menemani dan merawat orang yang sedang sakit apalagi di rumah sakit. Dia pun perlu istirahat yang cukup agar kondisi tubuhnya terjaga. Saya lega setelah pagi harinya mas Aan menulis di status Facebook. Bahwa malam itu dia dan mbak upik tidur sangat nyenyak. Tenaganya pulih dan nyeri itupun berangsur-angsur hilang. Tuhan berkarya di saat yang tepat. Betapa luarbiasanya Tuhan kita dan betapa besarnya kasihNya kepada kita.
Mas Aan
Saya belajar dari sampeyan bagaiamana berserah dan tetap berpikir positip. Dan terbukti bahwa Tuhan memang tidak pernah menginggalkan anak-anakNya. Dia selalu berada disisi kita apapun yang sedang kita hadapi. Sayapun ingin mengajak semua orang untuk terus berpikir dan bersikap positif bagi sampeyan. Apapun yang terjadi kelak, saya tidak terlalu mau larut dalam kekuatiran bahwa sampeyan tak bisa bermain music lagi. Saya setuju pada keyakinan sampeyan, bahwa selalu ada cara bila kita menjalani bersama Tuhan. Seandainya sampeyan juga tidak bisa memainkan music seindah dulu lagi, saya yakin bahwa sampeyan tetap akan mampu memainkan sebuah “symphoni” yang indah lewat suara dan arransemen lagu-lagumu. Dan percayalah, bagi saya pribadi sampeyan adalah salah satu asset jemaat yang terus akan kita butuhkan. Ini sudah di amin’i oleh banyak orang. Kiprah sampeyan tak akan terhentikan oleh kejadian ini. Bahkan saya percaya 100 % bahwa sampeyan akan jauh lebih hebat dan dipakai Tuhan dengan segenap talenta yang ada. Bagi saya serta semua sahabat yang mengasihimu, sampeyan tetap musikus rohani yang handal…!
Mas Aan,
Tiga minggu yang lalu adalah moment yang indah bagi saya. Ada waktu bagi saya untuk menyanyikan lagu “tetap Setia” ketika ibadah minggu telah selesai. Sampeyan memainkan piano dengan begitu indah. Setelah 3 minggu yang lalu kita menyanyikan lagu itu, mari sekarang kita wujudkan dalam hidup kita. Mari kita tetap menjaga kesetiaan kita kepada kehendak Tuhan. Karena itu adalah yang terbaik bagi kita.
Sekarang, sejuta pengharapan dan doa terus terpanjatkan. Selusin komitmen ada diantara kami. Salah satunya adalah kami tetap akan menjadi rekan sekerja mu di ladang Tuhan. Persekutuan ini akan terus terbina dengan dasar kasih yang kita miliki. Dan biarlah Tuhan yang menjadi pemimpin bagi kita semua. Kami senantisa merindukan kehadiran sampeyan di tengah-tengah persekutuan. Kelak, wartakanlah kepada semua orang Betapa BaikNya Tuhan kita…dan biarlah mereka semua belajar dari pengalaman hidupmu bersama Dia
Sekali lagi, cepatlah pulih mas... Dan mari bersama-sama kita bangun persekutuan yang indah didalam kasih Tuhan Yesus, Sang Kepala Gereja kita.
Gusti tansah mberkahimu….
Surabaya, 05 November 2011
Johanes Oka Purwanto
Dedicated for Mas Aan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar