Sabtu, Oktober 21, 2017

Bacaan : Yosua 24 :14-28

SETIA SETIAP SAAT

Setidaknya ada dua binatang yang menjadi perlambang akan kesetiaan. Kedua binatang itu
adalah Anjing dan Merpati. Sudah banyak cerita tentang kesetiaan anjing kepada tuannya,
bahkan kesetiaan itu tetap terpelihara walau sang tuan sudah wafat. Demikian pula dengan
merpati, sampai-sampai ada pameo yang mengatakan merpati tak pernah ingkar janji. Merpati
selalu pulang ke sangkarnya membawa cinta kepada pasangan. Luar biasa ternyata, hewan yang
tidak memiliki akal budi saja ternyata mampu menunjukkan kesetiaan.
Entah ada apa dengan manusia, sehingga bersikap untuk tetap setia itu tidaklah mudah. Selalu
saja ada tantangan dan godaan pada saat manusia berupaya untuk tetap setia. Padahal manusia
dianugerahi akal budi yang seharusnya membuat manusia mengerti arti kesetiaan dan apa yang
menjadi keuntungan atas kesetiaan.

Yosua adalah salah satu dari sekian banyak tokoh alkitab yang memiliki karakter setia kepada
Tuhan Sang Pencipta. Dalam bacaan kita terlihat bagaimana upaya Yosua untuk membawa
bangsa Israel memiliki kesetiaan hanya kepada Tuhan Sang Pencipta, dan bukan pada illah yang
lain. Perjalanan kehidupan bangsa Israel yang penuh onak duri membuat sebagian umat
meragukan cinta kasih Tuhan kepada mereka. Pada akhirnya mereka mencoba berpaling pada
illah lain yang dianggap lebih baik dan mengasihi mereka. Yosua memainkan peranan sebagai
pemimpin yang mengetahui apa yang menjadi problem kehidupan bangsanya. Dengan
keberaniannya, Yosua berupaya untuk membawa bangsa Israel tetap pada keyakinan bahwa
Tuhan adalah Allah Sang Pencipta, yang penuh kasih setia dan senantiasa memelihara kehidupan
bangsa Israel.

Proses yang dilakukan Yosua berbuah manis dan berdampak positif. Pada akhirnya bangsa Israel
menetapkan iman keyakinannya pada Tuhan Sang Pencipta. Bukan hanya itu, bangsa Israel juga
membuat komitmen untuk tetap setia, beribadah dan menyembah hanya kepada Tuhan. Apa yang
dilakukan oleh Yosua dan bangsa Israel adalah menyukakan hati Tuhan. Sehingga ada sebuah
anugerah yang diberikan kepada Tuhan, yang di tulis dalam kitab Yosua 1 : 3 bahwa setiap tanah
yang diinjak oleh telapak kaki Yoshua akan menjadi miliknya. Ada berkat anugerah yang begitu
besar manakala kita melakukan kesetiaan itu dengan ketulusan.
Hidup menjadi anak Tuhan yang setia membawa kita pada keindahan hidup. Bukan berarti kita
bebas atas setiap permsalahan. Tetapi senantiasa ada berkat di balik persoalan. Karenanya mari
kita mempertahankan kesetiaan kita pada Tuhan Sang Pencipta. Jangan mau kalah dengan anjing
dan merpati. Kalau saja anjing dan merpati bisa, mengapa kita tidak ? (JOP)
Mengemban tanggungjawab bersama keluarga
Bacaan : 1 Taw 25:1-7

Seorang diaken jemaat, seharusnya bertugas melayani ibadah kelompok kecil malam hari ini. Tetapi ternyata sebagian besar keluarga yang menjadi kelompoknya telah bergabung dengan kelompok lain. Hanya 1 anggota yang tersisa, yakni seorang warga sepuh, yang menjadi janda dan hidup sendirian di sebuah perkampungan yang mayoritas penduduknya  memiliki keyaknian iman yang berbeda. Akhirnya sang diaken memilih mengajak seluruh anggota keluarganya berkunjung ke rumah ibu tersebut. Mereka bertemu, bercerita, menguatkan iman bersama-sama dan selanjutnya saling mendoakan. Sebuah pertemuan yang indah dan bahkan berkesan bagi kedua keluarga. Pertemuan itu terutama mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang baik bagi anak-anak sang diaken. Anak-anak itu belajar bagaimana memiliki empati dan kepekaan pada pergumulan seseorang.

Adalah sebuah sukacita dan keindahan manakala kita mampu membawa seluruh anggota keluarga kita untuk bekerja dan mengemban sebuah tanggungjawab dalam pelayanan. Ini akan membawa kekuatan bagi kita untuk menjalani tugas dan panggilan pelayanan dengan baik. Secara tidak langsung kita akan mengajarkan keteladanan dan kepedulian sosial kepada anak-anak kita. Dengan demikian di masa yang akan datang mereka akan memiliki hati yang penuh empati dalam mengasihi sesama. Jika kita mampu melakukan ini, maka ini juga merupakan sebuah kesaksian bagi orang-orang yang melihat kita. Sebuah keluarga yang melayani akan mendatangkan kesan yang sangat positif bagi orang yang ada disekitarnya.

Sungguh adalah Suatu hal yang indah jika seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam pelayanan. Bacaan kita pagi hari ini berkisah tentang Ketiga ahli musik yang dipilih Daud, yaitu Asaf, Heman, dan Yedutun, yang bukan hanya melayani sendirian, melainkan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga. Setiap kepala keluarga merupakan pemimpin pujian saat memuji Tuhan di rumah Tuhan. Keluarga dilibatkan dalam pelayanan kepada Tuhan.


Mengkahiri kegiatan bulan keluarga di tahun 2017 ini, mari membawa semangat pelayanan kepada seluruh anggota keluarga kita. Kita bisa menunjukkan bahwa melayani itu indah. Dengan melayani kita akan memiliki rasa syukur yang begtu besar pada setiap kasih Tuhan yang diberikan kepada kita.(JOP)
LIHAT SEKITAR KITA
Bacaan : Ulangan 4:9-14

Lirik lagu “sekitar kita” yang pernah hits di era 1980 an mungkin menggelitik batin kita.
“Sempatkanlah melihat, disekitar kita.
Ada banyak kesenjangan antara manusia.
Lihat sekitar kita “
Rasanya cukup untuk menyentil kita terhadap fakta kehidupan sosial disekitar kita saat ini. Ada banyak kesenjangan, dan ketimpangan bahkan ketidakadilan yang kita rasakan. Pertanyaanya adalah, sempatkah kita melihat itu semua ?

Kita pasti pernah melihat itu semua. Namun mungkin belum pernah mengingatnya bahkan menggumulinya didalam batin kita. Seandainya saja kita mengingat lalu menggumulinya. Mestinya kita memiliki keterbebanan untuk melakukan sebuah perbuatan nyata yang dapat mengurangi kesenjangan hidup itu.

Mencoba untuk mengingat dan tidak melupakan hal-hal yang kita lihat. Adalah awal atau dasar penting bagi kita sebelum memutuskan untuk berani melakukan perbuatan yang nyata. Pada saat kita mengingat dan melupakan semua hal tersebut, batin kita akan terpanggil untuk berbuat mengatasi segala yang tidak benar menurut pandangan kita.

Prosesnya adalah dari melihat, memikirkan, memutuskan dan kemudian melakukan.  Itulah bagian-bagian yang harus kita lakukan untuk mulai berani menjadi pewarta syallom. Tentu masing-masing orang memiliki “fase” yang berbeda-beda saat ini. Namun masing-masing orang mestinya mengawali dengan langkah yang sama, yakni melihat.


Sekarang mari kita mulai melihat fakta kehidupan di sekitar kita. Bahwa sejatinya syallom itu belum dirasakan oleh setiap orang. Ada banyak  kesenjangan dan ketimpangan yang harus diatasi oleh sebuah perbuatan yang berani. Setelah melihat, mari mencoba mengingat dan tidak melupakan apa yang sudah kita lihat. Lalu biarkan batin kita berolah rasa agar memampukan kita untuk berani memutuskan diri kita untuk terlibat sebagai pewarta syallom. Pada akhirnya, kita semua akan merasakan damai yang begitu indah. Saat kita berhasil melakukan sebuah perbuatan untuk mengatasi kesenjangan itu. Walaupun mungkin itu hanyalah sebuah perbuatan kecil saja. (JOP)