Iwak peyek...iwak peyek...iwak peyek sego jagung.....
Lagu trio macan itu
begitu terkenal. Sampai-sampai anak-anak kecil pun hapal dan
menyanyikannya. Saya ternasuk penikmat peyek. Apalagi peyek Udang
buatan ibu saya. Beliau dan istri saya tahu betul bagaimana saya
kecanduan peyek udang ini. Sekilo udang yang dipeyek, mampu saya
habiskan dalam sehari dengan atau tanpa nasi sekalipun. Sampai-sampai
terkadang ibu saya harus menyembunyikan setoples peyek buatannya agar
saya tidak menghabiskannya sendirian. Ini semua karena kedua anak
saya pun mulai kecanduan peyek udang buatan ibu saya. Dan sudah pasti
Ibu saya lebih mementingkan kedua anak saya daripada saya yang
menurut beliau semakin gemuk karena tidak bisa mengontrol pola makan
sehari-hari.
Belakangan saya tahu,
udang sendiri sebenarnya harus dikurangi untuk di konsumsi. Terutama
untuk seseorang yang memiliki kolestrol tinggi didalam tubuhnya.
Bahkan menjaring informasi di internet, makan undang dan minum jeruk
(vitamin C) dapat mengakibatkan keracunan dalam tubuh akibat
timbulnya zat arsenik. Entah informasi ini akurat atau tidak, dan
sudah terbukti melalui penelitian atau hanya sekedar “hoax”
(informasi palsu). Tetapi jika memang benar, saya agak ngeri juga
dengan peyek udang. Bahan bakunya saja yakni udang, sudah mengancam
naiknya kolestrol. Apalagi di peyek (di goreng) dengan minyak, yang
pasti juga berpotensi menaikan kolestrol. Wah......
Kesimpulannya, sesuatu
yang terlihat dan terasa nikmat sebenarnya belum tentu baik dan aman.
Entah siapa yang mengarang peribahasa “ ada udang di balik batu”.
Yang pasti udang menjadi subject negatif didalam peribahasa itu. Dan
sekarang saya lebih suka menyebutnya sebagai “ada udang di balik
peyek”. Sesuatu yang sungguh terasa nikmat, namun ternyata
berpotensi membawa sengsara...
Jaman sekarang, banyak
hal yang terkesan seperti itu. Dimana mana nampak figur-figur pribadi
yang nampak baik namun berhati buas. Mulutnya berkata-kata sesuatu
hal yang baik. Namun hatinya, pikirannya bertolak belakang dengan
manisnya kata-kata yang keluar dari bibir. Seringkali memproklamirkan
kebaikan dan ketulusan, namun perbuatanya tak pernah lepas dari
kejahatan,egoisme dan kemunafikan. Yang terparah adalah, banyak
pribadi yang tampil baik bukan dilandasi ketulusan hati. Namun demi
meraih sebuah popularitas ditengah-tengah sebuah komunitas. Perbuatan
yang baik itu sengaja di tebar sebagai sebuah cara untuk menyampaikan
pesona di hadapan orang-orang disekelilingnya. Keinginan untuk
popular lebih utama dibandingkan ketulusan hati didalam melakukan
sebuah perbuatan.
Syair lagu Peterpan
yang dinyanyikan Ariel menggelitik batin kita.
“Buka dulu topengmu...buka
dulu topengmu
...biar kulihat
wajahmu...biar kulihat warnamu”
Yah,
kadang kita tak sadar bahwa seringkali kita hidup dengan topeng di
wajah kita. Memoles segala sesuatunya agar nampak indah. Agar nampak
sebuah profil pribadi yang sempurna. Namun ternyata itu adalah sebuah
topeng. Yang ketika dibuka, munculah wajah bopeng.. Wajah dan Warna
kita yang asli.
Teman,
Ada
udang dibalik peyek...
Mari
kita belajar membuang kepalsuan didalam hidup kita. Mari membentuk
pribadi kita agar memiliki profil yang sebenarnya tanpa kepalsuan dan
kemunafikan. Biarlah segala yang kita ucapkan,kita perbuat semuanya
hanya untuk kebaikan umat Tuhan dan memuliakan Tuhan. Bukan agar diri
kita popular dan di sanjung oleh sebuah komunitas dimana kita berada.
Hanya diperlukan sebuah hati yang jernih dan bening untuk melakukan
itu semua. Dan untuk memulainya, mari kita ingat baik-baik. Bahwa
orang menilai kualitas pribadi kita, dari ketulusan perbuatan kita.
Bukan dari kemulusan kita didalam berbicara.
Bukan dari kemulusan kita didalam berbicara.
Ada
udang dibalik peyek...
Biarlah
hanya udang yang menjadi subject negatif....
Dan
bukanlah kita....
Karena
kita bukan Udang, yang otak dan pantatnya berdekatan...
Sampai-sampai
ada anekdot, “ Dasar otak udang !”
Akh...lagi-lagi
udang jadi subject yang negatif...
Surabaya,
24 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar